Saling nasihat menasihatilah kamu dalam kebajikan



Masa depan seseorang banyak ditentukan oleh kemampuan dirinya dalam mengatasi berbagai kesulitan di masa sekarang. Banyak orang-orang yang siap dan tahan bantingan di masa silam ia ternyata pantas untuk meraih sesuatu kemenangan sekarang.

Selasa, 10 Januari 2012

MY Husband is a President, it’s about tragedy of my live.


MY Husband is a President, 
it’s about tragedy of my live.


Ketika daun berguguran dan ketika angin berhembus semua itu adalah ketetapan sang Pencipta.  Dan ketika aku menjadi wanita kemudian menikah dengan seorang pria itupun adalah ketetapan sang Pencipta.
Dan tidak ada sebuah kebetulan di dunia ini sampai akhirnya aku menemukan takdirku menjadi istri seorang pemimpin Negara ini dan dialah seorang presiden.

Perjumpaan itu memang semua ketetapan dari sang Pencipta.  Dimana malam itu ketika dulu kami sama-sama berjuang di kampus yang sama.  Berbagi ilmu dan berbagi cerita.
Sampai pagi ini pun semua masih terlihat sama, sosok mentari masih menyelimuti pagi keluarga kecil kami.  Dan ada dia yang masih tertidur pulas ketika aku mulai membangun hari ini.  Dan semua masih terlihat sama, dia masih sosok lelaki biasa dan suami biasa ku.
Mengawali hari, kita lakukan hanya berdua di istana kami ini, dimulai dari membuat sarapan dan membersihkan rumah.  Entah apa yang membuat kita menjadi seperti ini dan sampai saat ini aku yakin ini semua masih ketetapanNya.
Dia, lelaki yang sedang memanaskan mesin motor adalah suamiku.  Dia bekerja pada salah satu instansi Pemerintah dan aku bekerja sebagai seorang guru di Sekolah Dasar.  Dengan kecintaan kami pada keriangan anak-anak kecil, kami pun sempat bercita-cita suatu hari dan suatu saat jika Tuhan mengijinkan, kami akan mendirikan sebuah taman kanak-kanak.
Dan sampai saat ini aku yakini semua akan terwujud dan semua akan masih sama bergerak pada orbitnya.
Namun beberapa tahun ini di dalam hati kecilku ada yang mengganjal dengan sebuah aktivitas lain yang dilakukan suamiku.  Dia sering mengikuti kegiatan organisasi partai politik dan ikut mengelola sebuah partai politik yang sudah 8 tahun terbentuk.
Dan sampai juga kegilaan ini terjadi pada kehidupan kecil kami…
Dan permulaan ini menggila dari sebuah ide gila dari perkumpulan mereka…
Mereka akan mencalonkan suamiku sebagai presiden!!!
Entah orang sinting mana yang tiba-tiba mencetuskan ide gila tersebut.
Dan entah ilham apa yang mereka yakini akan hal ini…
Memang Negara ini sedang mengalami krisis! Krisis kepercayaan rakyat kepada Presiden dan bobroknya sistem Pemerintahan.
6 bulan lalu terjadi demo besar-besaran untuk menjatuhkan rezim Pemerintahan dan sekarang terjadi kekosongan Kepemerintahan.
Tapi aku tidak yakin kalau suamiku akan memberikan perubahan pada Negara ini.
kenapa jadi seperti ini?” tanyakku pada suamiku
ini adalah rencana Tuhan,   Aku sudah pernah menolak keinginan mereka tapi apa boleh buat ini demi Bangsa ini ”
“apa kamu sudah yakin akan bisa mengurus ribuan orang di Negara ini??”
“Aku tidak sendiri, aku punya banyak teman-teman yang akan mendukung jalan ini dan termasuk kamu yang harus mendukung aku”
Teman-temannya mendesak agar suamiku ikut mencalonkan dirinya untuk menduduki kursi panas di Pemerintahan dan suamiku dengan tekadnya untuk membangun negeri ini pun menyetujui harapan teman-temannya.
Aku di sini sebagai seorang istri yang mungkin tidak memiliki hak suara sedikitpun hanya mengadu pada sang Pencipta.  Semoga ketetapannya akan membawa kebaikan untuk keluarga kecil ini.
Setiap hari rumah penuh akan rekan-rekan suamiku yang mendorong agar dia mencalonkan diri.  Mulai dari sahabat dekat yang memang aku mengenalnya sampai para pengusaha yang entah dari mana mereka mengenali suamiku.
Ke khawatiran mulai menyelimuti pelupuk mata hati ku.  Dan suara ku semakin jauh dari telinga hati suamiku.
Entah sudah berapa ribu orang yang hilir berganti masuk rumah ku dan entah ide siapa kemudian kontrakan disamping rumah kami dijadikan kantor kegiatan mereka.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan mulailah spanduk, baliho dan leaflet –famplet tersebar atas foto suamiku terpampang untuk memulai sosialisasi akan seorang pemimpin yang akan diusung oleh mereka. Entah ide gila dari mana sehingga suami ku orang yang akan mereka jadikan seorang pemimpin.
Dan suara hatiku semakin jauh tidak sampai di telinga hati suamiku.
Suamiku hanya orang biasa dan bukanlah orang terkenal…tapi mengapa meraka yakin akan keputusan gila ini..??
Malam-malam menjadi riuh dengan suara orang-orang itu yang berbicara Negara ini.  Dan pagi tidak setenang pagi terakhir ketika kami bercanda berdua dan menikmati secangkir teh.  Kini pagi penuh dengan kehadiran orang-orang yang entah mereka datang dari mana.
Hari itu aku diminta memakai pakaian bagus dan entah siapa yang memberikan dan memilih baju bagus nan mahal ini.
ibu yang meriasku waktu itu berkata “ibu cantik sekali, ibu pasti senang ya…suami ibu dicalonkan jadi presiden”
aku hanya menyambut kata riangnya dengan sebuah senyum kecil.  Dan hatiku bertanya-tanya, apakah aku senang suamiku mencalonkan diri menjadi pemimpin bangsa ini.  Sebagian besar hatiku menjawab tidak.  Aku lebih suka suamiku yang seperti dulu.
“bu sudah selesai riasannya..yuks kita keluar, bapak sudah menunggu”
“e, ia bu”
Ketika ku buka pintu kamar, dia sedang duduk di ruang keluarga.  Tampak tampan dengan stelan kemeja biru tua yang sepertinya tampak serasi dengan baju bagus yang aku pakai.  Namun pemandangan itu tidak indah sama sekali. Dia duduk di kelilingi oleh orang-orang yang menjadi telinga dan mulutnya saat ini.
Ketika aku keluar kamarpun, dia hanya melihatku sepintas dan mengatakan siap berangkat kepada orang-orang itu.
Akupun berjalan di sampingnya menuju mobil yang sudah siap kami gunakan. Ironis sekali, kemana motor yang tiap pagi kami gunakan untuk bekerja??...
Aku duduk disamping suamiku, mataku mulai berkaca-kaca meneriakkan kacaunya dunia yang berputar.  Mungkin ketika itu aku tidak mendengarkan obrolan apa yang terjadi di mobil itu hingga..
“ibu, nanti coblos bapak kan…” suara seorang rekan suamiku
Sontak mereka tertawa hingga aku tersadar mereka sedang bercanda mengetawaiku yang tampak gugup mengawali hari ini.
Saat itu tangan besarnya memegang tanganku dengan lembut dan akhirnya dia melihat wajahku dan berbisik “kamu sama gugupnya dengan diriku, sayang”
Akhirnya suara lembutnya hadir menyapa telingaku.  Dan akupun tersenyum kearah dirinya yang jujur saja hari itu dia tampan sekali dan gagah.
Ketika sampai ketempat pemilihan umum, aku sadar betul siapa diriku dan wajar saja aku takut dan gugup melangkahkan kakiku.
Apapun yang terjadi aku akan terus mendukung suamiku mungkin itu yang ada di hati dan fikiranku saat itu.
Hari ini semua pemberitaan di televisi menginformasikan perkembangan perhitungan cepat untuk pemilihan wakil rakyat yang akan turut menduduki kursi nyaman tersebut.
Dan entah apa yang terbesit aku berharap suamiku tidak akan memenangkan pemilihan ini.  Aku ingin suasana yang seperti dulu, hidup yang damai, hidup yang sederhana.
Riuh suara berkumandang di ruang keluarga rumah kami. Dan ternyata nama suamiku berada pada posisi ke 2.  Entah ini adalah jawaban dari Tuhan bahwa suamiku tidak akan memenangi pemilihan ini.
Dan sampai hari ke 5 pun suamiku berada pada posisi ke 2.  Wajah-wajah penuh antusias yang tadinya sudah menghiasi wajah suamiku dan para pendukungnya kini berubah dengan wajah-wajah cemas dan pasrah akan keputusan yang akan terjadi.
Hasil keputusan telah dikeluarkan dan suamiku berada pada posisi ke 2.  Dan suamiku di nyatakan kalah dalam pemilu tersebut.  Dan entah mengapa hatiku masih saja tidak tenangnya.
4 Hari menjelang hari H terjadi kehebohan di Negara ini. Lelaki yang didaulat menjadi pemimpin Negara ini mendapat serangan jantung.  Tragis dan ironis di kala saat-saat penting terjadi tragedi yang tidak diinginkan.
Dan kabar ini merupakan angin segar untuk para pendukung suamiku karena dengan kejadian ini akan mengirimkan suamiku pada posisi teratas yaitu menjadi seorang presiden.
Hari ini jantungku benar-benar kacau dan dunia seakan berputar tidak pada porosnya.  Hari ini aku akan resmi menjadi seorang ibu Negara, ya istri seorang presiden.  Entah ketetapan apa yang sudah ditakdirkan Tuhan untuk diriku dan suamiku.  Dan etah apa yang akan dia perbuat untuk Negara ini, dia adalah presiden termuda yang pernah ada di Negara ini, umur suamiku 36 tahun dan aku ibu Negara termuda di negeri ini yaitu 30 tahun. It’s so amazing.
Semua mata dan semua kamera tertuju pada suamiku dan banyak suara yang mendukung dan tidak kalah banyaknya pula suara-suara sumbang mewarnai hari ini.
Aku tahu dan aku yakin suamiku orang baik dan dia akan menjadi pemimpin Negara ini dengan adil.  Tapi aku tidak yakin dengan orang-orang yang menjadi telinga dan tangannya sekarang.
Sebulan sudah aku menjadi ibu Negara, kemanapun suamiku pergi aku terus mendampinginya tapi ini hanyalah sebuah raga tanpa jiwa.  Dia yang dulu hidup dan bergelora di hati ini kini terasa hampa.  Dia yang dulu tampak hebat kini hanya terlihat sebagai omong kosong kepada rakyat.
Tatapannya tidak seteduh dahulu dan kata-katanya tak setenang waktu itu.
Kini ketika aku terbangun dari tidur lelapku tak kudapati dia yang masih tertidur pulas di sampingku.  Sekarang selalu kudapati dia terbangun lebih dahulu dan sudah rapi di ruang kerjanya.
Sarapan pagipun kini tak hanya berisi kami berdua karena ada para pelayan dan para menteri-menteri atau apalah namanya yang siap dengan berita dan peraturan-peraturan baru yang mereka sebut atas nama rakyat.
Dan hari ini kami akan terbang ke Jepang untuk menghadiri undangan rapat dari kepala Negara mereka. Dan sebelum berangkat ke sana, seperti hari-hari sebelumnya yaitu semenjak aku di daulat menjadi ibu Negara aku mendapatkan pendidikan khusus mengenai tata krama, budaya dan bahasa.
Mungkin ini tidak terlalu sulit untuk diriku tapi aku lebih sulit menyesuaikan diriku dengan suamiku. Karena hampir tidak ada waktu untuk membiarkan kami berdua saja untuk sekedar berbicara dan bertukar pikiran.
Dan setahunpun berlalu dan makin banyak suara sumbang untuk suamiku.  Banyak yang mengatakan bahwa suamiku tidak becus menjalankan roda pemerintahan, banyak terjadi pengangguran dan peraturan-perturan lain yang tidak menguntungkan rakyat. 
Dan akupun hanya bisa menatapnya lirih di sampingnya. Dan tanpa sadar aku melihat gurat-gurat kecemasan di dahinya. Dan mungkin di lubuk hatinya dialah suamiku yang seorang manusia sebenarnya yang memiliki ke galauan dan kesedihan.  Tetapi aku tidak dapat membalut kesedihan dengan usapan senyumku.  Dia lebih sering memilih untuk duduk di depan meja kerjanya dengan berbagai data dan head line di surat kabar atau media elektronik.
Hari ini aku berdiri di depan pintu kamar kerjanya dan membawakan secangkir kopi, kemudian mengetuk pintu dengan lembut.
Dan diapun mempersilahkan aku masuk tanpa menoleh ke arahku. Dan ketika aku menaruh kopi tersebut betapa terkejutnya ketika dia berkata.
“terima kasih ya mba”
Apa dia tidak merasa kalau aku yaitu istrinya yang membawakan kopi…entah sedikitpun aku tidak ada di hatinya saat ini.

Tahun kemarin dia sudah mulai lupa dengan ulang tahun ku dan ulang tahun pernikahan kami. Mungkin hal ini adalah hal sepele bila di bandingkan dengan permasalahan Bangsa ini
Dan aku sangat ragu akan perasaan dirinya terhadap diriku.  Kini aku sangat amat rindu diriku yang dulu, diriku yang bebas berlari ke sana ke mari walaupun dulu rumah kami sempit.  Sedangkan sekarang istana ini luas tapi di setiap sudut ada kamera dan ada para pelayan.  Setiap hari aku harus mengikuti pendidikan sebagai Ibu Negara.  Dunia maya dan kamar ini adalah tempat curhatku yang paling setia, dia selalu menjadi tempat aku mengadu selain Tuhan.
Sore itu aku ingin bertemu dengan dirinya dengan maksud meminta ijin untuk pulang kampung menemui Orang tuaku dan menjenguk kakakku yang habis melahirkan.
“Rio…aku ingin meminta ijin untuk bertemu dengan orang tuaku”
“kapan?”
“rencananya sih besok”
“kenapa mendadak”?
“sebetulnya ga mendadak, tapi untuk minta ijin ke kamu susah”
hening sejenak sore itu dengan suasana gemericik air kolam ikan
“baiklah tapi karena besok aku tidak bisa ikut jadi beberapa ajudan akan mengawal kamu dan kalau bisa jangan sampai media tahu kalau kamu pergi tanpa diriku, bisa-bisa nanti jadi kabar buruk”
Ya Tuhan, sempat-sempatnya suamiku berpikir hal macam itu.
“ia”jawabku singkat dengan penuh sesak di dada
“berapa lama kamu di sana?”
“kira-kira 2 minggu”dengan ragu aku mengatakannya karena belum tahu persis berapa lama aku akan tinggal di sana.
“terlalu lama karena  tanggal 9 Juni kita harus melakukan peninjauan ke daerah, kamu pergi seminggu saja, itupun kamu harus siap-siap untuk pulang kalau-kalau ada pertemuan yang mendadak”.
baiklah” dengan berat hati aku mengiyakan perkataan suamiku yang sebenarnya lebih terdengar kata-katanya seperti perintah.  Tapi, bagaimanapun aku senang sekali bisa keluar dari sangkar emas ini dan bisa menghirup udara segar dan yang pasti aku bisa menemui orang tuaku.

Pagi sekali aku bangun special untuk pagi ini…jam 3 pagi aku sudah mulai berkemas dan menata barang apa saja yang masih harus aku bawa .  Rasanya diri ini akan keluar dari lapas penajara dan akan kembali ke asalnya.
Dan seperti biasa suamiku tidak tidur di kamar ini…aku hanya seorang diri di kamar ini. Menghiasi dinding-dinding kokoh nan tak tenang sepanjang hari.
Dan terasa panjang sekali menunggu pukul 6.00 pagi untuk segera berangkat menuju kampung halaman. Dan tak sabar melihat pemandangan yang indah, perjalanan sepanjang garis sejarahku, wajah orang tuaku, bertemu dengan kakakku dengan keluarganya dan aku tidak sabar untuk menengok sejenak ke rumah lama kami…eh..senyum sinis ku ketika berkata kami.  Dulu di rumah itu ada kami, aku dan dia suamiku.
Tapi kini entah seperti apa rumah itu…
Pukul 06.00 pun tiba, aku sudah menunggu di ruang keluarga untuk segera bergegas.
“Pak, Bapak di mana?” tanyaku pada salah satu ajudan suamiku.
“Bapak sudah meluncur ke pertemuan parlemen Bu”
“O..ehm” pilu sekali hati ini mendengar kata-kata itu.
“ayo bu kita bisa berangkat sekarang, karena pesawatnya sudah menunggu di bandara”
“maksud mu pesawat?”
“ia, kita akan berangkat dengan pesawat, Bapak tidak mengijinkan ibu untuk naik kreta karena lebih lama sampainya dan dikhawatirkan sewaktu-waktu ibu harus pulang cepat”
“ia” mengapa perasaan riang yang kurasa dari jam 03.00 pagi serasa begitu hampa mendengar penjelasan itu.
Setitik air mata jatuh di antara kaca mata hitam ini ketika aku menaiki pesawat. Dan ingin sekali mengatakan selamat tinggal untuk kota ini dan selamat tinggal untuk kekacauan hidup ini.  Dan rasanya aku ingin menemui suamiku yang berada di kampung.  Yang akan menyambutku hangat dengan senyum lebarnya  sambil dengan ledekan ringan yang tidak lucu tapi membuat hatiku senang.
Ingin menaiki motor bututnya yang dulu aku benci suara bisingnya.
Tapi apa mungkin suamiku akan memberikan kejutan tersebut dan kembali menjadi suami normalku yang bukan seorang presiden.
Ucapan adalah doa, dan doa itulah yang sering aku lantunkan dalam rajukanku. Dan aku ingin kembali merindu dirinya yang dulu aku cintai.

Ketika aku mengijakkan kaki ku di depan rumah orang tua ku dan mengetuk pintu rumah mereka dan ketika mereka menyambutku dengan bahagia, tak terasa tangis ini berjatuhan dan deras tak terbendung.  Dan membuat sedikit tanda Tanya di wajah Ibuku.
“kok kamu sendirian?” Tanya ibuku
“ia bu, aku kangen sama ibu dan bapak, dan ingin liat putri kak liza” jawabku untuk menenangkan hati ibu.
“ia maksud ibu, suamimu mana”?
“dia tidak bisa datang bu, katanya kirim salam saja, soalnya banyak urusan yang harus diurusi”
“o…tapi kamu ga apa-apakan pergi ke sini?”
“ga apa-apa ibu…….ih ibu gimana sih, di kunjungi putrinya kok malah diinterogasi kaya kantor polisi saja”
“bukan apa-apa, ibu Cuma khawatir saja.. ya sudah kamu taruh kopermu di kamar dan ganti baju”
“ok, kak ayo aku mau liat bayi mu…”
Ibu memang orang yang paling tahu kegelisahan di hati kecil ini.  Mungkin raga dia yang jauh dari raga ku tapi dapat mendengar jeritan hati ini.
Dan beberapa hari kedepan aku ingin menikmatinya bersama semua kedamaian ini, dan mulai menyanyikan lagu tempo dulu.
Sore ini aku ingin menaiki sepeda untuk berkeliling desa dan mampir ke rumah salah satu teman yang sama-sama mengajar dulu.  Tapi ternyata salah satu ajudan tidak memperbolehkan aku naik sepeda, aku hanya boleh menaiki mobil untuk berkeliling.
Akhirnya….kesampean juga untuk berkunjung ke rumah teman ku.
“Mey…”teriakku dari jauh..
“Ina…”jawabnya seraya tidak yakin aku yang memanggilnya.
“ia aku Ina..masa lupa sih”
“bukan lupa, ga yakin ajah istri presiden nemui aku”
“ihhh, kamu bisa ajah….aku boleh main sebentar ya…”
“haduh…masa aku mau ngusir  ibu Negara, ya ga mungkin lah”
“udahlah mey jangan sebut-sebut itu terus…aku ini Ina dan masih ina yang dulu.”
“ia…anyway…dalam rangka apa kamu pulang kampung..oia suamimu mana?”
“hem..dia lagi ada tugas jadi tidak bisa ikut..sudahlah aku ingin obrolan ringan seperti biasa…oia gimana kamu masih mengajar?”
“masih…sekarang sekolah tempat kita mengajar sudah di perbaiki na…gara-gara suami mu menjabat trus sekolah kita sering di ekspose jadi dapat dana dari Pemerintah deh untuk perbaiki sekolah kita”
“ow bagus dongs…eh gimana…ada lowongan lagi ga”
“lowongan…memangnya siapa yang mau melamar jadi guru? Kakakmu ya na?”
“mmmm…bukan..”
“trus siapa dong,?”
“aku”
“kamu..?”
“ia, aku..aku bosan jadi pengangguran, pengen punya penghasilan sendiri pengen punya kegiatan sendiri”
“loh gaji kamu ajah jadi istrinya presiden sudah besar, masih pengen nyari penghasilan lagi…terus bukannya kegiatan kamu sudah banyak ya kunjungan sana sini”?
“aku ingin seperti dulu dengan kegiatan yang seperti dulu menjadi orang biasa , mey”
“ih bukannya enak ya, kamu jadi terkenal dan apa yang kamu mau pasti ada”
“semua itu memang benar mey, tapi tidak ada kebahagiaan dan ketenangan di dalamnya”
“aku ingin kembali ke rutinitas seperti dahulu dan sauna indah seperti dulu…”
Tak terasa obrolan kami sudah memakan waktu 2 jam lebih dan supirku member tanda dari luar yang menandakan aku harus pulang.
“mey nanti kita sms-an ajah ya…aku harus pulang neh, anyway obrolan kita ini hanya jadi rahasia kita berdua saja ya, kalau orang tua ku tahu nanti bisa heboh lagi.”
“ok, ia rahasia aku jamin deh, oia nanti aku akan kabari lagi mengenai lowongan mengajar na”

Tak terasa sudah seminggu telah ku jalani di desa indah ini dan rasanya tak ingin aku pergi melepaskannya.
Pesawat sudah mulai take off..dan pergi bersama harapan indah dan tak tahu kapan akan kembali…

Wahai negeri impian yang terus menerus memanggil
Yang semilir-semilir angin sejuk terus memandang
Tak ubah sosok pahlawan di senja
Kini aku harus melihar sosok malam kan datang
Ada ksatria tidur menungguku
Tapi kenapa dia
Kenapa tak sadar kedatanganku
Ilir2 lagu anak-anak
                                                                                                                    Bangunkanlah ksatriaku
                                                                                                           Jangan jadikan senyumku sebuah bulir-bulir air mata
                                                                                                                   Karena aku di sini untuk dirinya


Sesampainya di Gedung Kepersidenan tak ku lihat sosok dirinya. Informasi dari salah satu staffnya mengatakan suamiku sedang dinas ke salah satu pulau terpencil.
Dan 1 hari berselang dari kepulanganku pun suamiku belum pulang ke rumah juga.  Kenapa perasaan ini jadi cemas tak karuan.
Akhirnya nomor telepon yang sudah lama tidak aku hubungi kini aku hubungi kembali yaitu nomor suamiku.
Tapi beberapa menit tak kunjung ada jawaban dari sana. Pikirku berkata bahwa suamiku mungkin sedang rapat atau mengikuti jamuan makan.
Malam harinya pun ku coba menghubungi tapi tetap tidak ada jawaban. Segera ku kirim sms yang menanyakan kabar beliau. Sangat berharap ada jawaban di sana dan dia berkata baik-baik saja.

Esok harinya kulihat di semua saluran televisi sedang membahas keadaan Negara ini.  Hal ini terjadi karena ada kabar bahwa terjadi kejanggalan kenaikan suamiku menjadi presiden di mana pemenang pemilu meninggal secara mendadak dan disinyalir itu adalah perbuatan dari para pendukung suamiku. Dan tak terbayang perasaan ku saat mendengar kabar itu.
Segera aku mencoba menghubungi suamiku berkali-kali dan  mengirimkan beberapa pesan singkat baik lewat ponselnya ataupun lewat emailnya.  Dan tidak ada satupun yang terjawab.
Aku Tanya ke beberapa staf suamiku pun berkata yang sama mereka kehilangan kontak. Mereka berakta bahwa kemarin pesawatnya sudah berangkat menuju istana tetapi hingga kini beliau belum kembali. Dan entah kegilaan apa lagi yang akan terjadi. Suamiku menghilang
Mulai hari ini mulai di gencarkan pencarian suamiku dan dilain pihak terus bergulir tentang permasalah sabotase penobatan suamiku sebagai presiden. Dan mulai di dengungkan pergantian presiden oleh beberapa pihak.
Masa bodo orang mau bilang apa, mau mengganti suamiku pun aku tidak peduli.  Yang terpenting saat ini adalah menemukan suamiku yang entah di mana dia berada. Dan aku sangat amat yakin dia masih ada suatu tempat entah di mana.
Aku mulai di ungsikan ke tempat tinggal yang lain dengan kata lain aku di usir dari tempat ini.  Dan hari ini aku harus jumpa pers menyampaikan beberapa hal.
Banyak sekali wartawan yang sudah menunggu di ruang pers gedung ke presidenan, kemudian satu persatu melontarkan pertanyaan demi pertanyaan namun tidak ada sesi Tanya jawab untuk jumpa perst kali ini. Dan inilah beberapa kalimat yang aku sampaikan pada saat itu
“Selamat pagi rekan-rekan semua, terima kasih telah berkumpul di ruangan ini.  Saya hanya ingin menyampaikan bahwa sudah 3 bulan  ini kami kehilangan kontak dengan suami saya dan kondisi Negara ini dalam kondisi kurang baik.  Dan sebaiknya Negara ini tidak kekosongan kepemimpinan jadi secepatnya agar pemerintahan mengambil sikap untuk memilih seorang pempin yang akan memegang kendali untuk rakyat.  Dan bukan berarti saya  hilang harapan untuk menemukan suami saya…saya hanya tidak ingin Negara ini hanya  menunggu satu orang yang belum pasti keberadaannya.  Jadi saya harap saya akan menemukannya dan pemerintahan ini dapat berjalan sebagaimana mestinya.  Terima kasih atas kesempatan dan waktunya untuk berkenan hadir di tempat ini. Dan doa ku untuk semoga Tuhan memanjangkan umur suamiku dan kita semua. Amin”
Sejak meninggalkan gedung kepresidenan aku kembali tinggal dengan orang tuaku di desa.  Semua orang menguatkanku dan aku mulai membangun hidup ku kembali.
Pencarian suamiku pun berhenti ketika seorang presiden lain mulai bertahta.  Aku hanya bisa meminta pertolongan kepada Tuhan yang tidak melihat siapa yang sedang berkuasa di Negara ini. 
Dan inilah jalan hidup ku yang mulai membangun mimpi-mimpi baru untuk hari esok.  Mulai menjadi guru lagi dan mulai banyak hal tanpa dirinya.
Dan baru kusadari walaupun ketika dulu dia menjadi presiden aku memang kehilangannya tapi sekarang aku lebih kehilangan dirinya.  Terasa sendiri di dunia ini tapi aku merasa tenang setenang desa ini dan keluargaku. Ya anak perempuanku…
Ketika aku meninggalkan segala kegilaan itu tak kusadari aku telah mengandung dan kini putriku telah menginjak usia 4 tahun.  Aku membesarkannya dengan penuh cinta di keluarga kecil kami.
Aku dan putriku tinggal di rumah kami yang dulu pernah aku tempati bersama suamiku.  Ironis sekali, kegilaan ini berakhir hanya untuk mencapai kebahagiaan yang lain yaitu bersama orang yang kucintai.
“ibu…ibu…hari ini aku dapat teman baru”
“oh ya…anak baru di sekolah mu…tinggalnya di mana?”
“buka ibu..tadi ada paman baru di sekolah tapi dia minta aku jadi temannya”
“hmmm orang tua temanmu, ayahnya siapa..? kok ibu belum tahu ya…hmmmm mungkin pendatang di desa ini”
“bukan ibu….bukan ayah temanku, tadi ada acara di sekolahku terus paman itu bagi-bagi hadiah”
“oo…tamu di sekolahmu…terus kamu di kasih hadiah apa?”
“ini ibu…sarung tangan untuk musim dingin bagus bu….ada kelincinya.”
“ia bagus..sekarang kamu bobo dulu ya..besok kan harus sekolah”
“ia bu..tapi aku ingin memakai sarung tangan ini “
“ya..boleh..selamat malam”
Ketika aku sedang mengajar, Handphone ku berbunyi, entah dari siapa karena nomor tersebut tidak ku dikenal.
Nomor tersebut meneleponku saat jam istirahat dan aku berpikir bahwa ada urusan penting sehingga orang tersebut meneleponku berkali-kali.
“hallo..”
Tak kudengar suara di ujung sana dan sampai akhirnya mulai terdengar suara yang sudah lama tidak aku dengar dan bagaikan angin sejuk dari syurga.
“hallo..Ina…”jawab dari ujung telepon
Belum sempat aku menjawab tak terasa air mataku mengalir membasahi pipiku.
“apa kabar, semoga baik-baik saja di sana..maaf tak sempat aku memberikan kabar karena baru sekarang masalah lainku telah tuntas”
“ini..kkakamu…….Al..ini kamu..kamu jahat…”
“maafkan aku..aku tahu. memang salah..tapi jika di hati kamu ada sedikit ruang maaf untukku…aku ingin menemui mu sore ini di dekat area bermain yang dulu sering kita datangi.  Tapi jika memang maaf tak ada lagi untuk diriku dan hatimu telah tertutup untuk ku..aku akan pergi dari kehidupanmu.
Tak sempat aku menjawab karena lidahku benar-benar keluh dan Al mematikan telepon tersebut.
Entah apa yang harus aku perbuat, entah dia akan kembali seperti suamiku yang dulu atau seorang presiden.  Aku ingin suamiku kembali tapi ada ketakutan yang mendalam di hati .
16.54
Aku masih ragu akan keputusanku…aku takut siapa yang akan ku temui..aku takut bukan suamiku yang akan aku temaui, tapi presiden yang akan mendinginkan hari-hariku.
Melihat putri kecilku bermain aku jadi ingat suamiku dan tanpa pikir panjang aku mengambil jaket dan sepedaku bergegas takut dia pergi meninggalkan aku.
“ibu..kita mau kemana bu” Tanya anakku yang aku bonceng di depanku
“kita akan menemui seorang ksatria nak”
“ksatria…siapa itu Ibu…?”
“nanti kamu akan lihat nak..”
Sesampainya disana aku tak menjumpai dia di sana..yang aku lihat hanya beberapa anak kecil sedang bermain.  Dan dengan cepat anaku segera bergabung dengan mereka untuk bermain ayunan.
Hmmmm…dia telah pergi..lagi-lagi dia meninggalkanku di sini.. tinggal aku dan putri kecilku.
“Na..”suara lirih dari belakang punggungku
“maafkan aku..na..aku pergi tanpa memberi tahu kamu”
“kamu memang orang jahat Al…apakah beban bagimu memberi tahu aku?”
“maaf na…aku pergi karena ada kejahatan besar di antara teman-temanku..kamu tahu kasus skandal kematian mendadak calon presiden itu… memang itu ulah dari beberapa rekanku dan mereka berencana memutarkan fakta bahwa akulah otak dari kejahatan itu. Oleh karena itu aku harus menghapus jejakku dan tak ingin kamu dan keluargamu menjadi korban dari kejahatan ini. Aku juga tidak ingin kabur dari kehidupan kita tapi inilah jalannya untuk kebaikan kita semua.”
“tapi kenapa kamu kembali..bukankah kamu bilang membahayakan kita?”
“setahun belakangan aku telah bekerja sama dengan pemimpin yang sekarang dan bergabung dengan Tim investigasi dan sekarang para otak dari permasalah ini telah di usut tuntas….sayang…semua sudah aku jelaskan padamu, dan apakah masih ada maaf untuk diriku..?”
“apa kamu ingin mencalonkan kembali menjadi presiden…?”
“hhehahahahhahahhhaha…bukankah kamu tidak suka aku jadi presiden..?”
“ya..aku lebih suka kamu yang dahulu…”
“Ketika aku menjadi presiden, aku tahu kamu tidak suka dengan posisiku..makanya aku jarang berbincang dengan mu..aku takut memandang wajahmu yang takut kepadaku”
“masa…”
“ia…ketika kamu memandang ragu kepadaku..sebenarnya aku takut kamu akan meninggalkanku.. karena apapun yang terjadi aku lebih rela untuk kehilangan apapun dibanding aku kehilangamu.”
“kamu ingin membawaku kemana…?”
“hmmm kemana ya…yang jelas aku ingin memberikan kebahagiaan yang sempat belum aku berikan..”
“ibu….ibu..”dari kejauhan putriku memanggilku sambil berlari.
“ya, ke sini” aku mulai menggendongnya.
“ibu..?” Tanya heran Al
“ibu…ini paman yang kemarin meberiku sarung tangan kelinci”sambung putriku
“oh..ya……..”jawabku
“hey..ina..kamu belum menjawab pertanyaanku..ap..apa…kamu sudah memiliki orang lain?”
Aku hanya menjawabnya dengan senyum
“ayo nak…panggil dia papah….”
“apa maksudmu?”
“apa kamu tidak melihat kemiripan wajah anak ini dengan dirimu..?”
“maksudmu…ap…appa….apa dia putriku..?”
Aku kembali tersenyum pada dirinya.
Kemudian dia mengambil alih dan menggendong anakku di pelukannya.
“ayo panggil aku papah..”
Hahahahah……….kami tertawa bersama-sama…
Dan sambil menuju ke rumah kami berjalan pelan-pelan menyusuri  sungai di dekat area bermain.
“Ina..aku telah membangun sekolah kecil di desa yang dahulu pernah kita kunjungi”
“maksudmu..”
“kita akan mewujudkan mimpi kita yang sempat tertunda yaitu mendirikan sekolah dan membangunnya bersama..kamu akan menjadi guru disekolah itu”
“apa kamu serius…”
“apa kamu tidak mau?”
“aku mau……ayo kita ke sana..”
“yuks…ayo nak kita masuk mobil papah..”
“loh, kamu naik mobil, sepedaku bagaimana..”
“hmmmmm…bagaimana kita bertiga naik sepeda menuju rumah”
“setuju…tapi nanti kamu lupa lagi jalan menuju rumah..”
“kan ada kamu…penunjuk arahku…my beloved wife for ever..”
Hahhahha…
“pegangan yang kuat…kita meluncur…..”
“siapppppppp”

Nyanyian PUlang



Nyanyian PUlang

Ketika dia tersesat
Di kejauhan tiada arah untuk pulang
Tapi dia tahu
Suara di kejauhan
                                                                                 Yang sempat lirih di telinga
                                                                          Kini tersadar
                                                                            Itu adalah suara bidadari
                                                                 Yang menyanyikan nyanyian pulang
                                                                       Maka pulanglah


irma listiani 10 Januari 2012...............................................................................
klo mo share harap canttumkan nama blok ini...cekidot

1 komentar:

  1. Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
    Sistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
    Memiliki 8 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
    Link Alternatif : arena-domino.net
    100% Memuaskan ^-^

    BalasHapus